Kamis, 29 Mei 2014

Romansa Alam

Dengkuran suara suamiku hinggap tepat di sebelah pelipisku. Hampir tiap malam aku selalu seperti ini. Terjaga, mengamati sekitar dan tertegun dengan detail momen yang mungkin seringkali aku lewatkan di rutinitas pagiku. Pandanganku terhenti di sebuah foto tepat diseberang tempat tidur kami. Foto pernikahan kami seolah merajai dinding kuning gading kamar ini. Aku dan Mas Roy sudah terikat dalam janji suci pernikahan sejak 6 tahun lalu. Hari- hari menyenangkan sudah kami lalui bersama. Aku tak dapat mengelak, bukan hanya kesenangan yang sudah kami dapatkan, tetapi juga cerita - cerita baru, pandangan hidup baru ataupun beberapa kemuraman yang juga pernah ada. 

"Maaas...,"bisikku di telinga Mas Roy sambil beranjak. 
"Kenapa Rina? Aku besok masuk pagi loh. Kamu tahu kan? Tidur sana,"ujarnya dengan mata tertutup. 

Ah, sudahlah. Semenjak kami menikah banyak sekali hal - hal berubah. Pernikahan ini ibarat menyatukan dua planet tanpa menghancurkan keduanya. Ternyata banyak rahasia - rahasia ataupun kebiasaan yang mungkin dulu aku belum tahu tentang Mas Roy. Kebiasaannya mendengkur misalnya, ataupun rahasia Mas Roy yang sering kentut kemudian menyeringai tipis. Dulu sih, akunya hanya sebatas sendawa tapi dalam hati. Ternyata, doyan kentut juga dia. Mau dikata apa, pernikahan ini ibarat bel yang sudah dideringkan. Ataupun azan yang sudah dikumandangkan. Sudah berlalu dan memang dikrarkan. 

Aku membangunkan diriku, menggerakkan otot dan persendianku, menitahkan mereka untuk bangun dan berjalan ke arah foto pernikahan yang tadi menyita perhatianku. Jari-jariku nakal, menyentuh bagian foto itu. Mataku terpejam sambil mengingat bagaimana prosesi pernikahanku dilaksanakan. Kemudian, bulan madu yang indah dan banyak lagi. Lucu ya, sepertinya semua itu baru terjadi kemarin. Ternyata aku pun menua dimakan zaman. Kesekian hari aku lebih bersahabat dengan hal - hal yang di masa mudaku aku anggap kuno dan membosankan. Mulai dari memilih di rumah saja, menikmati waktu dan kesunyian, dibandingkan menjejalkan diri di tengah hingar bingar orang - orang mabuk. Sama halnya dengan lebih memilih memakan makanan yang baik bagi tubuhku daripada menjajal makanan yang sudah memberi kepuasan pada kolesterolku. Bukan berarti naif, namun pasti kamu juga akan mengerti pada saatnya nanti. Hidup memang seperti itu, selalu ada waktu yang tepat untuk belajar dan mengajari diri sendiri. 

Kembali lagi aku menapakkan kaki kananku ke depan dan berhenti sejenak. Suara kecil melengking lantai rumah ini memang cukup mengagetkan siapapun yang melangkah. Maklum, rumah tua, hehe. Rumah ini peninggalan eyangku. Rumah dengan lantai kayu mahoni yang sangat tua dan indah, namun tidak rapuh karena aku rajin merawatnya. Memang, pekerjaanku berkaitan dengan kayu. Aku sudah lama memiliki bisnis kayu dan produksi meubel. Pekerjaanku ini cukup memberikanku waktu untuk berdamai dengan kehidupan. Ibarat peribahasa aku dapat menganalogikannya dengan 'sambil menyelam minum air'. Aku tidak pernah 'ngoyo' dalam menjalankan bisnis ini. Toh, pekerjaan Mas Roy lebih menghasilkan daripada bisnisku. Tetapi memang bisnis ini cukup memberikan simpanan buatku dan bisa dibilang masa depan anak - anakku nanti. Berbicara tentang kayu, aku memiliki cerita unik tentangnya. Ada kayu di sebuah pulau utara Jawa yang hanya tumbuh di sana dan tidak dapat dibawa keluar pulau. Kata eyang, kayu itu kutukan. Tidak bisa dengan mudah dibawa dan sering membawa petaka. Tapi, entahlah aku mulai percaya bahwa itu adalah mitos belaka. Namun, kemudian ada hal lain yang terbesit dan memupuskan kepercayaanku bahwa itu hanya mitos saja.

Tanganku kembali lancang, menjulurkan jari - jarinya, menyentuh pigura foto di antara beberapa susunan bingkai - bingkai foto di sebelah foto pernikahanku dan Mas Roy. 'Ah, sudah lama ya, kamu.' 

....................................

Dua manusia berlarian, mengejar gemerlapan bintang yang entah ada dimana batas indahnya. Malam itu penuh dengan tumpukan rasi - rasi bintang bak mengadu keindahan masing - masing. Masih saja dipenuhi banyak canda dan tawa, mereka justru berhenti di halaman sebuah rumah dan kemudian duduk bersampingan. 

"Cantik ya Mas,"ujar perempuan itu sambil mendongak dan sangat terlihat gembira. 
"Seperti kamu, Dik. Hehehe,"jawab lelaki itu, tangkas, membesarkan hati pendengarnya. 
"Mas ini sukanya gombal,"balas perempuan tersebut singkat. 
"Kamu nggak pulang? Mas besok harus berangkat pagi sekali. Maaf ya, mendadak seperti ini,"ucap lelaki itu lirih. 
"Huh, Mas ini. Kayak pembantunya Eyang Darmo aja. 'Ngintil' terus kemana - mana kayak anak bebek. Kapan sih Mas ini independen?"
"Misi yang satu ini kan memang sudah direncanakan dari lama to. Kalo sudah beres, pasti Mas pulang bareng Eyang. Lagipula, profitnya pasti besar banget,"lelaki tersebut berusaha meyakinkan. Guratan garis di pipinya nampak membuatnya terlihat tegar dan kuat. 
Sedetik berikutnya, perempuan itu sudah jatuh di pelukan lelaki tersebut. Kenyamanan perempuan dalam pelukan tersebut terpayungi keindahan malam cerah itu. Tak satupun awan berani menampakkan bayangannya. Alam seperti merestui dan memberikan izin bagi koneksi dua insan manusia ini. Rama dan Shinta, mereka bilang. Romeo dan Juliet, sebut mereka. Ah, kadang manusia lalai akan satu pesan penting dalam kisah romansa. Tidak selamanya akan ada kebahagiaan yang dijanjikan di akhir cerita. 

............................

Sudah lama sekali berlalu. 
Sudah berbeda dimensi kami berada. 
Mungkin pernikahanku sekarang disatukan dengan dustaku yang mampu membohongi Mas Roy dengan kehadiran Rian, anakku dengannya lima tahun silam. 
Mungkin dengan demikian, aku bisa tetap terhubung dengannya melaui interaksi nuraniku melalui Rian. 
Mungkin ini semua, sejujurnya, adalah karma karena kemurkaan alam dengan sikap dan tabiat manusia. 

Andai saja semuanya bisa berubah dan aku memiliki mesin waktu untuk mengubah kisah ini. Mesin waktu terbaikku adalah kenangan dan otakku adalah pemutarnya. Sudah ribuan hari berlalu dan jutaan kisah teruntai. Seharusnya sudah dapat kuhapuskan. Seperti desitan kayu - kayu di rumah ini mengingatkanku akan kisah romansa yang dipisahkan oleh bagian dari alam. Kayu yang mampu menenggelamkan seluruh awak kapal yang ditumpangi Eyang dan lelaki, cinta di masa laluku. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar