Sabtu, 23 Februari 2013

The Best Does Not Always Come Twice


Coba pejamkan matamu dan temui takdirmu...

Bagaimana kalau cinta sejatimu adalah orang berkulit hitam dan kamu adalah “that Asian minded”?
Bagaimana kalau cinta di masa depanmu adalah orang yang mengidap “down syndrome”?
Atau bagaimana kalau cintamu kandas karena perbedaan jalur hidup dan mati?

Tidak. Tidak segampang itu berdamai dengan realita dan mencoba tidak untuk menampik fakta. Toh, buktinya saya masih saja berkutat dengan keramaian hidup dan tersenyum kepada keramahan matahari senja. Saya juga masih mencoba untuk menelan bulat – bulat fakta bahwa sudah minggu kedua saya kembali mengikrarkan diri di jalur akademis, lagi. 

Kemudian setelah melihat sebuah film yang diangkat dari lima cerpen karya seorang penulis terkenal di Indonesia, saya kemudian kembali menimbang – nimbang masa lalu, kini, dan depan. Refleksi diri dan hati, sesekali. 

Hingga suatu detik, seorang teman bertanya kepada saya “Kalau misalnya kamu dicintai oleh dua orang yang normal dan tidak. Yang mana yang akan kamu pilih?”
Jawab saya, “yang tidak.”
Mencari sensasi? Bukan.
Cinta itu kadang menipu. Kamu tidak akan menyangka siapa yang akan kamu cintai akhirnya. Mungkin ketika kamu sadar kalau kamu cinta dia, dia sudah lama memilih untuk menjauhi takdir kalian. 

Saya hanya ingin memperlihatkan dan berdedikasi sebagai seorang yang mampu menjaga hati seorang yang tidak normal ini. Mungkin banyak kekurangan yang membuat saya ketar – ketir dengan tamparan komentar massa. Tetapi, bukankah cinta itu tidak mengenal ras ataupun warna kulit? Lalu kemudian mengapa menjadi sebuah masalah ketika harus mencintai seseorang yang berbeda? Mengapa kemudian manusia dibutakan oleh kelebihan daripada mendengar kekurangan?

Mungkin manusia terlalu naif mengatakan bahwa cinta itu mulia dan tidak mengenal rupa, toh pada akhirnya masih banyak manusia yang lebih memilih masalah rupa daripada hati. Mungkin kecukupan hati menjadi sebuah keserakahan nafsu yang tidak akan pernah terpenuhi secara nyata. Bukankah biasanya ketulusan itu disadari ketika ia mulai lekas hilang dari sudut ia memandang?


“Sometimes when you realize that your keeper is long-gone, you’re still staying there, hoping the better one will eventually come. Somehow the best does not always come twice.”




p.s. Malaikat juga tahu, siapa yang jadi juaranya :) 

Kamis, 14 Februari 2013

11.11 Thank You and Sorry for Everything

Yogyakarta, 15 Februari 2013

11. 11 They say we could make wish, thus the wish came true. Too bad, this wish will never be true. Not anymore.

Pikiran saya masih tercabik - cabik. Bukan hanya pikiran, hati tepatnya. Sudah lama saya tidak merasa seperti ini. Terkulai lemas, menggenggam hati yang bahkan tidak tahu harus diletakkan dimana. Kamu, iya kamu. Kamu masih saja menguasai semuanya. Rakus ya, nggak tanggung jawab lagi, Hehe, Tapi, mau apa? Sudah seperti ini bukan? Sudah sepantasnya saya berjalan sendiri tanpa dikuatkan oleh genggaman kamu. Setidaknya untuk mencoba.

Sudah lama sepertinya saya mengenal kamu. Ingat? Pertama kali kita bertemu, dua tahun lalu. Saya dan kamu, reuni kalo mereka bilang. Kamu yang selalu bergaya sok dingin hadir di tengah - tengah acara komunitas saya. Entah datang darimana kamu pada waktu itu, dasar tamu tak diundang. Intinya, saya dan kamu pernah bersua sebelum dua tahun lalu ini kemudian takdir mempertemukan lagi dan kita pun menjalin cerita sejak itu.

Rileks, cerita, kagum, dan ungkapan masa lalu. Banyak dari masa lalu saya sama seperti masa lalu kamu. Saya seperti melihat saya di diri kamu. Suatu saat ketika intensi pertukaran cerita kita sudah masif. Bohong pun untuk apa. Saya suka kamu dan kamu sadar itu. Kamu di kota Lunpia dan saya di kota pelajar. Hanya lewat messenger kamu masih bisa menambat hati saya. Skill kamu bukan hanya di olahraga tapi juga soal pdkt alias mbribik. Hehe.

Awalnya biasa saja saya menargetkan kamu sebagai challenge saya. Mau tahu kenapa? Saya merasa kamu yang punya potensi bisa gagal kalau kamu tetap seperti kamu yang saya temui pada waktu itu. Apalagi ketika mendengar kamu sebenarnya ingin masuk ke jurusan saya, Hubungan Internasional. Saya sadar betul apa yang saya lakukan. Segenap logika saya bilang tidak, berbagai banyak pihak bilang jangan, tetapi apa daya saya menggayuh keputusan dengan hati saya. Kamu telah menjadi target nomor satu saya saat itu.

Hari demi hari saya pulang pergi Yogyakarta - Semarang. Bukan hanya untuk keluarga, tetapi kamu juga saya posisikan sebagai motivasi saya. Cerita ini dimulai sejak saya memilih untuk mengantarkan bakso di dekat rumahmu tanpa imbalan apa - apa dan memang entah kenapa saya ingin membagi rejeki saya. (Apaan deh han...) Inbox saya dimasuki kata terimakasih dan alamat kamu. Girang saya bukan main karena ternyata saya butuh kamu untuk melupakan seseorang yang telah membuang saya sebelumnya. 

Selang beberapa minggu kita memulai perjalanan ini. Three Musketeers, film pertama yang saya dan kamu tonton dilanjutkan tersesat di Ungaran dan akhirnya saya dikunci mama saya karena lupa kalau saya di Semarang. Geli, bingung, tapi juga baru. Saya pun tidak dapat mengelak. Kamu berbeda dari yang lainnya. Ceritamu dan candamu itu berbeda dan seru. 

Berkali - kali kamu ke Yogyakarta untuk menemui saya. Simpel tapi selalu bikin deg - degan karena jarak dari kota kamu ke kota saya pada waktu itu tidak sedekat pindah negara ketika main monopoli. Mobilmu, Blacky, selalu mengiri kisah saya dan kamu. Iya, saya rindu. Kamu juga kok, saya tahu. Prambanan, Pantai di Bantul, Pantai di Gunung Kidul, dan setiap tempat yang saya suka kunjungi menjadi beberapa tempat menyenangkan yang memang masih pantas untuk dikenang. Saya mempelajarimu lekat - lekat seperti saya membaca buku favorit saya , The Great Gatsby, yang sebenarnya masih mencengangkan dan membingungkan, sama seperti kamu,

Banyak dari penggalan ceritamu membuat saya berdecak. Bukan kagum, tapi bingung mau bagaimana. Kamu ternyata memang tidak sebaik kamu yang kamu tunjukkan. Tapi kamu ingat kan quote kamu sendiri? :)
"If you love a person, love her/ him for both goods and bads"
Berbagai rencana kamu dan saya buat setelahnya. Pada satu titik liburan pertengahan musim lalu, saya dan kamu terkena musibah. Semua pun gagal tetapi kamu tetap tidak bosan untuk menemui saya di kota pelajar ini. Kamu motivasi saya sejak itu. 

Alunan musik Slank - Ku Tak Bisa masih teringat jelas di kepalaku.Kamu menggenggam tangan saya seolah hanya saya yang ada di pikiranmu pada waktu itu. Saya tahu kamu sayang saya dan saya juga nggak bisa bohong tentang itu. Klise ya, perjalanan Semarang - Yogya terasa seperti dua menit. Kemudian pada satu sisi saya meminta dukungan untuk mendaftar scholarship dan kamu mengijinkan. Ternyata kamu banyak menyimpan. Kamu menyimpan fakta kalau kamu nggak begitu setuju dengan keputusan mendaftar saya itu. Yasudahlah, saya juga baru tahu belakangan.

Tadi saya bilang kamu banyak menyimpan. Iya, itu kamu. Banyak teman - teman kamu yang tidak tahu kamu karena kamu menyimpan semua di dalam kotak pandora yang kamu punya. Saya mencoba merajuk dan masuk ke dalamnya, Saya berhasil dan saya tahu apa masalah kamu. Pelan - pelan saya mencoba merubah kamu. Sedikit demi sedikit.

Kamu juga sudah merubah saya. Menjadi Hanadia yang terkontrol minum kopi dan tidak sefreakout dulu ketika menemui masalah. Kamu membawa positif ke hidup saya dengan caramu. 

Balas budi? Boleh jadi. Sudah menjadi tanggungan saya untuk pada akhirnya ada ketika kamu membutuhkan. Simply because I know you'll need them the most. Tes masuk kuliah dan berbagai macam UM pun kamu perjuangkan. Saya mendukung dan memang mengerti kalau di jurusan kamu pada waktu itu, kamu tidak akan bisa mengembangkan minat dan bakatmu. Kamu terlalu banyak bermain dan sering lupa waktu. i call it, play hard and never work hard. Tapi saya tahu kamu orang bertanggung jawab yang saya kenal. Ingat Chez Moi? Bahkan kamu masih nggak serius di H - 1 SNMPTN :)

Saya dan kamu pergi ke Jakarta. Kamu menemani saya membuat visa untuk beasiswa yang pada akhirnya saya dapat. Sejauh itu saya dan kamu saling melengkapi. Menyenangkan dan tidak mengada - ada. Saya bisa jadi apa adanya dan saya tahu walaupun kamu gengsi tapi kamu pun juga begitu. 

Dan hari ultimatum keberangkatan pun tiba, saya harus jauh dari rumah dan kamu selama tiga bulan. Sedih, hari - hari menyenangkan diwarnai melankoli pun berlalu. Kamu justru emosi ketika saya di sana. Entah kamu rindu, khawatir, atau memang kamu menagih janji yang saya tidak bisa tepati. Hingga sampai sekarang, saya juga belum menepati janji itu. Padahal, saya sudah berencana untuk menepatinya liburan depan.

Saya pulang dan kabar gembira pun muncul. Kamu ada dan berjanji untuk berubah dan mencoba, Berbagai banyak kisah di kota pelajar akhirnya saya dan kamu lalui. Tuhan mengabulkan doa saya, kamu diterima di salah satu PTS di Yogyakarta atas saran saya. Hanya itu yang bisa saya usahakan untuk kamu.

Bulan lalu masih terkenang segar saya dan kamu pergi ke Malang. Banyak hal - hal indah yang memang untuk sekarang sulit untuk diabaikan. Kemarin pun, tanggal 14 Februari 2013, saya dan kamu masih bisa menikmati indahnya Kulon Progo.

Kemudian kamu harus menampar saya dengan fakta tentang apa yang saya perjuangkan harus diakhiri. Hubungan ini tidak bisa dilandasi dari satu pihak saja. Saya masih melihat sayang di mata kamu. Kamu juga masih sering keceplosan memanggil sayang ke saya. Kamu telah berdedikasi untuk berubah dan sedihnya hal itu tanpa saya. Saya sudah berjuang mendorong kamu sampai sini. Sampai ke posisimu sekarang dan ternyata kamu memilih seseorang yang (mungkin) akan kamu cintai suatu saat kelak.

Sampai detik ini, saya telah selesai membaca kamu. Bagaimana kamu menggugurkan freak out saya yang kadang memang di luar akal. Atau cara kamu membangun kekonyolan. Cara bercanda kamu dan cara kamu mbribik. Atau bahkan kebiasaan jorok kamu? Intuisi - intuisi dan firasat saya tentang kamu selalu tepat, entah mengapa. Sampai tadi malam pun saya masih memimpikan kamu.

Terimakasih kamu telah mengajarkan saya bagaimana cara untuk mencintai sesederhana ini dan sedalam ini. Kegigihan dan perjuangan tiada tara untuk saling melengkapi dan mempertahankan. Walupun pada akhirnya berakhir seperti kisah yang tidak sempurna dalam suatu judul. Tetapi seperti yang kamu bilang "jodoh itu siapa yang tahu." Saya percaya dunia ini bekerja dengan kehendak Yang Mahakuasa dan selalu memiliki misteri di baliknya. Apabila suatu saat saya dan kamu dipertemukan, semoga saya dan kamu telah sama - sama mapan dengan pilihan masing - masing. Dan apabila, ternyata belum mapan, who knows? :p  

Maaf apabila saya pernah mengukir kesalahan fatal. 
Terimakasih lagi kamu telah membuat saya belajar mengenai menerima kalau memang mencintai seseorang tidak dapat dipaksakan. Untuk menghargai apa yang telah dimiliki dan mengikhlaskannya ketika itu pergi.

Kembali lagi saya mengutip dari video milik Vino dan Marsha: yang gue takutin cuma satu, yaitu saat gue ngebuka mata di pagi hari dan gue tahu kalo dia nggak cinta lagi sama gue.

Sukses selalu kamu yang suka angka 15 :)

"I promised you I'd stay but you don't want me to. I know, I should let you go, and I would. This is the story of two of us. Remind me of it when we grow fonder, successful, and old. We're going to grow old together. As I am in my decent place and as you are in your decent place. May Allah blesses every way that we both take. I know it is wrong, but I still keep a little whisper of your name inside my heart right now. I can't take it away now. Not now :)"

Warmest hugs,
Hanadia Yurista