Selasa, 23 Januari 2018



Halo dunia

ku ingin sedikit berdansa. 







Dansaku ini tak berima, tetapi dia sarat akan makna. Dansaku ini kadang tajam seperti sebilah pedang milik Si Kejam, namun kadang manis semanis Ghulab Jamun.


Dansa pertama dipenuhi dengan aliran resan. 

Mukaku bermuram durja saat aku kembali mengulik masa lalunya. Aku tak sepantasnya berdansa dalam amarah karena masa lalunya miliknya dan tak berhak aku intervensi mengingat dimensinya yang berbeda. 


Dansa kedua dipenuhi dengan arus lara. 

Aku mengadu kepada langit kenapa hujan harus turun di saat matahari sedang tersenyum? Aku berteriak kepada bumi kenapa harus gempar memarahi kaki - kaki penginjak yang tak tahu permisi ini? 

Dansa pun selesai dengan selesa.


Papa bilang aku harus menata kaki, menyelaraskan dengan hati. Aku masih tidak mengerti. Bukan kaki yang harus aku tata ataupun hati yang harus aku iring dengan nada. Namun, hari - hariku. 

Asaku hampir habis termakan agni. Mataku hampir buta tersilaukan cahaya permata. 
Aku hidup di hari yang salah, Papa.  



Hutan angan, 24 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar