11. 11 They say we could make wish, thus the wish came true. Too bad, this wish will never be true. Not anymore.
Pikiran
saya masih tercabik - cabik. Bukan hanya pikiran, hati tepatnya. Sudah
lama saya tidak merasa seperti ini. Terkulai lemas, menggenggam hati
yang bahkan tidak tahu harus diletakkan dimana. Kamu, iya kamu. Kamu
masih saja menguasai semuanya. Rakus ya, nggak tanggung jawab lagi,
Hehe, Tapi, mau apa? Sudah seperti ini bukan? Sudah sepantasnya saya
berjalan sendiri tanpa dikuatkan oleh genggaman kamu. Setidaknya untuk
mencoba.
Sudah
lama sepertinya saya mengenal kamu. Ingat? Pertama kali kita bertemu,
dua tahun lalu. Saya dan kamu, reuni kalo mereka bilang. Kamu yang
selalu bergaya sok dingin hadir di tengah - tengah acara komunitas saya.
Entah datang darimana kamu pada waktu itu, dasar tamu tak diundang.
Intinya, saya dan kamu pernah bersua sebelum dua tahun lalu ini kemudian
takdir mempertemukan lagi dan kita pun menjalin cerita sejak itu.
Rileks,
cerita, kagum, dan ungkapan masa lalu. Banyak dari masa lalu saya sama
seperti masa lalu kamu. Saya seperti melihat saya di diri kamu. Suatu
saat ketika intensi pertukaran cerita kita sudah masif. Bohong pun untuk
apa. Saya suka kamu dan kamu sadar itu. Kamu di kota Lunpia dan saya di
kota pelajar. Hanya lewat messenger kamu masih bisa menambat hati saya. Skill kamu bukan hanya di olahraga tapi juga soal pdkt alias mbribik. Hehe.
Awalnya
biasa saja saya menargetkan kamu sebagai challenge saya. Mau tahu
kenapa? Saya merasa kamu yang punya potensi bisa gagal kalau kamu tetap
seperti kamu yang saya temui pada waktu itu. Apalagi ketika mendengar
kamu sebenarnya ingin masuk ke jurusan saya, Hubungan Internasional.
Saya sadar betul apa yang saya lakukan. Segenap logika saya bilang
tidak, berbagai banyak pihak bilang jangan, tetapi apa daya saya
menggayuh keputusan dengan hati saya. Kamu telah menjadi target nomor
satu saya saat itu.
Hari
demi hari saya pulang pergi Yogyakarta - Semarang. Bukan hanya untuk
keluarga, tetapi kamu juga saya posisikan sebagai motivasi saya. Cerita
ini dimulai sejak saya memilih untuk mengantarkan bakso di dekat rumahmu
tanpa imbalan apa - apa dan memang entah kenapa saya ingin membagi
rejeki saya. (Apaan deh han...) Inbox saya dimasuki kata terimakasih dan
alamat kamu. Girang saya bukan main karena ternyata saya butuh kamu
untuk melupakan seseorang yang telah membuang saya sebelumnya.
Selang
beberapa minggu kita memulai perjalanan ini. Three Musketeers, film
pertama yang saya dan kamu tonton dilanjutkan tersesat di Ungaran dan
akhirnya saya dikunci mama saya karena lupa kalau saya di Semarang.
Geli, bingung, tapi juga baru. Saya pun tidak dapat mengelak. Kamu
berbeda dari yang lainnya. Ceritamu dan candamu itu berbeda dan seru.
Berkali - kali kamu ke Yogyakarta untuk menemui saya. Simpel tapi selalu bikin deg - degan karena jarak dari kota kamu ke kota saya pada waktu itu tidak sedekat pindah negara ketika main monopoli. Mobilmu, Blacky, selalu mengiri kisah saya dan kamu. Iya, saya rindu. Kamu juga kok, saya tahu. Prambanan, Pantai di Bantul, Pantai di Gunung Kidul, dan setiap tempat yang saya suka kunjungi menjadi beberapa tempat menyenangkan yang memang masih pantas untuk dikenang. Saya mempelajarimu lekat - lekat seperti saya membaca buku favorit saya , The Great Gatsby, yang sebenarnya masih mencengangkan dan membingungkan, sama seperti kamu,
Banyak
dari penggalan ceritamu membuat saya berdecak. Bukan kagum, tapi
bingung mau bagaimana. Kamu ternyata memang tidak sebaik kamu yang kamu
tunjukkan. Tapi kamu ingat kan quote kamu sendiri? :)
"If you love a person, love her/ him for both goods and bads"
Berbagai
rencana kamu dan saya buat setelahnya. Pada satu titik liburan
pertengahan musim lalu, saya dan kamu terkena musibah. Semua pun gagal
tetapi kamu tetap tidak bosan untuk menemui saya di kota pelajar ini.
Kamu motivasi saya sejak itu.
Alunan musik Slank - Ku Tak Bisa masih
teringat jelas di kepalaku.Kamu menggenggam tangan saya seolah hanya
saya yang ada di pikiranmu pada waktu itu. Saya tahu kamu sayang saya
dan saya juga nggak bisa bohong tentang itu. Klise ya, perjalanan
Semarang - Yogya terasa seperti dua menit. Kemudian pada satu sisi saya
meminta dukungan untuk mendaftar scholarship dan kamu
mengijinkan. Ternyata kamu banyak menyimpan. Kamu menyimpan fakta kalau
kamu nggak begitu setuju dengan keputusan mendaftar saya itu.
Yasudahlah, saya juga baru tahu belakangan.
Tadi
saya bilang kamu banyak menyimpan. Iya, itu kamu. Banyak teman - teman
kamu yang tidak tahu kamu karena kamu menyimpan semua di dalam kotak
pandora yang kamu punya. Saya mencoba merajuk dan masuk ke dalamnya,
Saya berhasil dan saya tahu apa masalah kamu. Pelan - pelan saya mencoba
merubah kamu. Sedikit demi sedikit.
Kamu juga sudah merubah saya. Menjadi Hanadia yang terkontrol minum kopi dan tidak sefreakout dulu ketika menemui masalah. Kamu membawa positif ke hidup saya dengan caramu.
Balas budi? Boleh jadi. Sudah menjadi tanggungan saya untuk pada akhirnya ada ketika kamu membutuhkan. Simply because I know you'll need them the most. Tes
masuk kuliah dan berbagai macam UM pun kamu perjuangkan. Saya mendukung
dan memang mengerti kalau di jurusan kamu pada waktu itu, kamu tidak
akan bisa mengembangkan minat dan bakatmu. Kamu terlalu banyak bermain
dan sering lupa waktu. i call it, play hard and never work hard. Tapi saya tahu kamu orang bertanggung jawab yang saya kenal. Ingat Chez Moi? Bahkan kamu masih nggak serius di H - 1 SNMPTN :)
Saya
dan kamu pergi ke Jakarta. Kamu menemani saya membuat visa untuk
beasiswa yang pada akhirnya saya dapat. Sejauh itu saya dan kamu saling
melengkapi. Menyenangkan dan tidak mengada - ada. Saya bisa jadi apa
adanya dan saya tahu walaupun kamu gengsi tapi kamu pun juga begitu.
Dan
hari ultimatum keberangkatan pun tiba, saya harus jauh dari rumah dan
kamu selama tiga bulan. Sedih, hari - hari menyenangkan diwarnai
melankoli pun berlalu. Kamu justru emosi ketika saya di sana. Entah kamu
rindu, khawatir, atau memang kamu menagih janji yang saya tidak bisa
tepati. Hingga sampai sekarang, saya juga belum menepati janji itu.
Padahal, saya sudah berencana untuk menepatinya liburan depan.
Saya
pulang dan kabar gembira pun muncul. Kamu ada dan berjanji untuk
berubah dan mencoba, Berbagai banyak kisah di kota pelajar akhirnya saya
dan kamu lalui. Tuhan mengabulkan doa saya, kamu diterima di salah satu
PTS di Yogyakarta atas saran saya. Hanya itu yang bisa saya usahakan
untuk kamu.
Bulan
lalu masih terkenang segar saya dan kamu pergi ke Malang. Banyak hal -
hal indah yang memang untuk sekarang sulit untuk diabaikan. Kemarin pun,
tanggal 14 Februari 2013, saya dan kamu masih bisa menikmati indahnya
Kulon Progo.
Kemudian
kamu harus menampar saya dengan fakta tentang apa yang saya perjuangkan
harus diakhiri. Hubungan ini tidak bisa dilandasi dari satu pihak saja.
Saya masih melihat sayang di mata kamu. Kamu juga masih sering
keceplosan memanggil sayang ke saya. Kamu telah berdedikasi untuk
berubah dan sedihnya hal itu tanpa saya. Saya sudah berjuang mendorong
kamu sampai sini. Sampai ke posisimu sekarang dan ternyata kamu memilih
seseorang yang (mungkin) akan kamu cintai suatu saat kelak.
Sampai detik ini, saya telah selesai membaca kamu. Bagaimana kamu menggugurkan freak out saya yang kadang memang di luar akal. Atau cara kamu membangun kekonyolan. Cara bercanda kamu dan cara kamu mbribik. Atau
bahkan kebiasaan jorok kamu? Intuisi - intuisi dan firasat saya tentang
kamu selalu tepat, entah mengapa. Sampai tadi malam pun saya masih
memimpikan kamu.
Terimakasih
kamu telah mengajarkan saya bagaimana cara untuk mencintai sesederhana
ini dan sedalam ini. Kegigihan dan perjuangan tiada tara untuk saling
melengkapi dan mempertahankan. Walupun pada akhirnya berakhir seperti
kisah yang tidak sempurna dalam suatu judul. Tetapi seperti yang kamu
bilang "jodoh itu siapa yang tahu." Saya percaya dunia ini bekerja
dengan kehendak Yang Mahakuasa dan selalu memiliki misteri di baliknya.
Apabila suatu saat saya dan kamu dipertemukan, semoga saya dan kamu
telah sama - sama mapan dengan pilihan masing - masing. Dan apabila,
ternyata belum mapan, who knows? :p
Maaf apabila saya pernah mengukir kesalahan fatal.
Terimakasih
lagi kamu telah membuat saya belajar mengenai menerima kalau memang
mencintai seseorang tidak dapat dipaksakan. Untuk menghargai apa yang
telah dimiliki dan mengikhlaskannya ketika itu pergi.
Kembali
lagi saya mengutip dari video milik Vino dan Marsha: yang gue takutin
cuma satu, yaitu saat gue ngebuka mata di pagi hari dan gue tahu kalo
dia nggak cinta lagi sama gue.
Sukses selalu kamu yang suka angka 15 :)
"I
promised you I'd stay but you don't want me to. I know, I should let
you go, and I would. This is the story of two of us. Remind me of it
when we grow fonder, successful, and old. We're going to grow old
together. As I am in my decent place and as you are in your decent
place. May Allah blesses every way that we both take. I know it is
wrong, but I still keep a little whisper of your name inside my heart
right now. I can't take it away now. Not now :)"
Warmest hugs,
Hanadia Yurista
Dalem mbak...
BalasHapus